Jumat, 25 Februari 2011

Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
Gempa bukan bencana yang mematikan, bangunan yang buruklah yang membunuh manusia.
Selepas gempa biasanya manusia baru sadar akan konstruksi bangunan. Gempa bukan hanya sekedar bencana namun juga �wake-up call�, alarm yang menyadarkan. Pengingat akan bahaya, pengingat kematian, kepedulian, dan juga pengingat akan keberadaan dan kebesaran Tuhan.
Sebenernya seperti apa sih bangunan-bangunan tahan gempa itu ? Dibawah ini sebagian sari dari �Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, Dilengkapi dengan, Metode dan Cara Perbaikan Konstruksi�.Buku pedoman yang dibuat oleh Ditjen Cipta Karya ini diluncurkan tahun 2006.
Pedoman teknis ini mencakup dasar-dasar perencanaan dan pelaksanaan serta metode perbaikan kerusakan bangunan untuk gedung dan rumah tinggal di wilayah gempa. Pedoman ini meliputi denah bangunan, tanah dasar, pondasi bangunan, badan bangunan dan kuda-kuda rangka atap. Pedoman teknis ini memfokuskan pada pendetailan struktur pada bangunan gedung dan rumah yang menggunakan bahan kayu, beton bertulang, pasangan bata dan bahan baja.
Perencanaan bangunan rumah dan bangunan gedung yang dimuat dalam pedoman teknis ini mempertimbangkan:
  1. Kondisi alam (termasuk keadaan geologi dan geofisik yang digambarkan oleh peta gempa pada Gambar 1), kondisi teknik, dan keadaan ekonomi pada suatu daerah dimana bangunan gedung dan rumah ini akan dibangun,
  2. Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terkait dengan perencanaan struktur bangunan rumah dan gedung.
  3. Kerusakan-kerusakan akibat gempa bumi yang pernah terjadi pada rumah dan gedung dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia.
  4. Sistem struktur untuk bangunan gedung dan rumah tinggal pada umumnya hanya mengunakan dua macam sistem struktur, yaitu:
    1. Struktur dinding pemikul;
    2. Struktur rangka pemikul yang terdiri dari struktur rangka sederhana dengan dinding pengisi untuk menahan beban lateral (beban gempa) secara bersama-sama, dan struktur rangka balok dan kolom kaku untuk menahan beban lateral (dinding pengisi tidak diperhitungkan memikul beban).
Kadar kecocokan sistem struktur terhadap gempa yang dinyatakan:
  1. Sangat cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan mengunakan sistem struktur rangka kaku, baik menggunakan bahan beton bertulang, baja, dan kayu dengan perkuatan silang. Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik berat bangunan ringan dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap beban gempa.
  2. Cukup cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan mengunakan sistem struktur rangka sederhana dengan dinding pengisi, baik rangka yang dibuat dari bahan kayu maupun beton bertulang dengan dinding pengisi dari bahan bata merah atau batako. Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik: berat bangunan sedang; daya tahan sedang terhadap beban gempa; dan memiliki daktilitas sedang.
  3. Kurang cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan menggunakan sistem struktur dinding pemikul: pasangan bata merah tanpa perkuatan tetapi memakai roollag horisontal; pasangan batako tanpa tulangan tetapi memakai roollag horisontal; dan pasangan batu kali dengan roollag horisontal. Bangunan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik: berat sekali; hanya memiliki sedikit daya tahan terhadap gaya gempa; dan memiliki daktilitas yang kecil.
  4. Tidak cocok, bila bangunan gedung dan rumah dibuat dengan mengunakan sistem struktur dinding pemikul: pasangan bata merah tanpa perkuatan; pasangan batako tanpa tulangan; dan pasangan batu kali. Bangunan gedung dan rumah tinggal yang dibangun dengan sistem struktur ini memberikan karakteristik: berat sekali; hampir tidak memiliki daya tahan terhadap gaya gempa; hampir tidak memiliki daktilitas yang kecil.
Taraf keamanan minimum untuk bangunan gedung dan rumah tinggal yang masuk dalam kategori bangunan tahan gempa, yaitu yang memenuhi berikut ini:
  1. Bila terkena gempa bumi yang lemah, bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan sama sekali.
  2. Bila terkena gempa bumi sedang, bangunan tersebut boleh rusak pada elemen-elemen non-struktural, tetapi tidak boleh rusak pada elemen-elemen struktur.
  3. Bila terkena gempa bumi yang sangat kuat: bangunan tersebut tidak boleh runtuh baik sebagian maupun seluruhnya, bangunan tersebut tidak boleh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki; bangunan tersebut boleh mengalami kerusakan tetapi kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga dapat berfungsi kembali.
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam dibawah ini, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian Wilayah Gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh Gempa Rencana dengan perioda ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap Wilayah Gempa ditetapkan dalam Gambar dibawah ini.

Ketentuan Umum  
1. Pondasi
  1. Pondasi harus ditempatkan pada tanah keras.
  2. Penampang melintang pondasi harus simetris seperti terlihat pada Gambar.
  3. Harus dihindarkan penempatan pondasi pada sebagian tanah keras dan sebagian tanah lunak, karena akan menimbulkan keretakan pada pondasi.
  4. Sangat disarankan menggunakan pondasi menerus, mengikuti panjang denah bangunan, seperti ditunjukan oleh Gambar.
  5. Pondasi dibuat menerus pada kedalaman yang sama, pondasi bertangga seperti ditunjukan oleh gambar berikut tidak diperkenankan.
  6. Bila digunakan pondasi setempat/umpak, maka masing-masing pondasi setempat tersebut harus diikat satu dengan lainnya secara kaku dengan balok pengikat.
  7. Penggunaan pondasi pada kondisi tanah lunak dapat digunakan pondasi pelat beton atau jenis pondasi alternatif lainnya.

  8. Untuk rumah panggung di tanah keras yang menggunakan pondasi tiang, maka masing-masing dari tiang tersebut harus terikat sedemikian rupa satu sama lainnya dengan silang pengaku, bagian bawah tiang yang berhubungan dengan tanah diberi telapak dari batu cetak atau batu kali sehingga mampu memikul beban yang ada diatasnya secara merata. Ukuran batu cetak 25 X 25cm, tebal 20 cm.
2. Denah bangunan
  1. Denah bangunan gedung dan rumah sebaiknya sederhana, simetris terhadap kedua sumbu bangunan dan tidak terlalu panjang. Perbandingan lebar bangunan dengan panjang 1:2.
  2. Bila dikehendaki denah bangunan gedung dan rumah yang tidak simetris, maka denah bangunan tersebut harus dipisahkan dengan alur pemisah sedemikian rupa sehingga denah bangunan merupakan rangkaian dari denah yang simetris, dengan kira-kira lebar celah dilatasi sebesar 10 cm.
  3. Penempatan dinding-dinding penyekat dan bukaan pintu / jendela harus dibuat simetris terhadap sumbu denah bangunan.
  4. Bidang dinding harus dibuat membentuk kotak-kotak tertutup.
3. Lokasi Bangunan Untuk menjamin keamanan bangunan gedung dan rumah terhadap gempa, maka dalam memilih lokasi dimana bangunan akan didirikan harus memperhatikan :
  1. Bila bangunan gedung dan rumah akan dibangun pada lahan perbukitan, maka lereng bukit harus dipilih yang stabil agar tidak longsor pada saat gempa bumi terjadi.
  2. Bila bangunan gedung dan rumah akan dibangun di lahan dataran, maka bangunan tidak diperkenankan dibangun di lokasi yang memiliki jenis tanah yang sangat halus dan tanah liat yang sensitif (tanah mengembang).
4. Desain Struktur Struktur bangunan gedung dan rumah tinggal harus didesain sedemikian sehingga memiliki: daktilitas yang baik (baik pada material maupun strukturnya); kelenturan pada strukturnya; dan memiliki daya tahan terhadap kerusakan.
5. Kuda-Kuda Kuda-kuda untuk bangunan gedung dan rumah tahan gempa disarankan menggunakan kuda-kuda papan paku. Kuda-kuda ini cukup ringan dan pembuatannya cukup sederhana. Ukuran kayu yang digunakan 2 cm x 10 cm, dan jumlah paku yang digunakan minimum 4 buah paku dengan panjang 2,5 kali tebal kayu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar